11 April 2011

Mewujudkan Sejuta Ekor Sapi

Oleh : Jasmal A Syamsu (Dosen Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar)

Program sejuta ekor sapi itu diperlukan penyatuan tekad, semangat, dan komitmen untuk mengembangkan sapi. Semua pihak harus fokus pada target dan sasaran program, menyiapkan modal usaha, membangun instalasi perbibitan rakyat, serta meningkatkan kapasitas petugas lapangan.

Target pencapaian populasi sapi sejuta ekor di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada 2013, mutlak didukung dengan program yang sinergis. Ada lima langkah yang wajib dilaksanakan untuk tercapainya target besar ini. Di atas kertas, populasi sapi mesti meningkat 7% pertahun sebagai prasyarat suksesnya Gerakan Pencapaian Sejuta Sapi 2013.
Data menunjukkan peningkatan populasi sapi potong di Sulsel pada dua tahun terakhir (2009 - 2010) sebesar 10,26 %. Kepadatan ternak 17,26 ekor/km2 dan populasi sapi induk sebesar 45,4 %. Jumlah populasi pedet jantan dan betina sebesar 25,4% dan tingkat kelahiran sebesar 56,07 %.
Berdasarkan data tersebut maka Sulsel memiliki potensi untuk mencapai peningkatan populasi sejuta sapi pada 2013, bahkan melebihi itu. Pengembangan sapi bali di Sulsel sangat tepat untuk menambah percepatan pencapaian program, karena terbukti mampu beradapatasi dengan kondisi agroklimat Sulsel. Tentu saja, tanpa menyampingkan jenis sapi lain yang telah diusahakan oleh peternak setempat.
Agar tak berhenti sebagai jargon, program sejuta ekor sapi itu diperlukan penyatuan tekad, semangat, dan komitmen untuk mengembangkan sapi. Semua pihak harus fokus pada target dan sasaran program, menyiapkan modal usaha, membangun instalasi perbibitan rakyat, serta meningkatkan kapasitas petugas lapangan. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut.
Pertama, adalah menyatukan tekad, semangat, dan komitmen untuk mengembangkan peternakan. Bukan hanya komitmen kosong, namun bagaimana mengimplementasikan komitmen tersebut dalam wujud program dan keberpihakan. Keperpihakan pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk regulasi peternakan yang berpihak kepada peternak.
Keberpihakan kebijakan tak ada artinya pula tanpa dukungan pendanaan dari berbagai sumber baik perbankan, anggaran pusat dan daerah, maupun sumber lainnya. Dalam hal ini, jangan pula lupakan peran swasta untuk turut menyumbang peran optimal sesuai kapasitas mereka.
Kedua, adalah dalam pengembangan peternakan harus fokus dan semua pihak paham target dan sasaran program. Setelah itu dirumuskanlah kebutuhan untuk mencapai target, inventarisasi peluang kerjasama, memetakan masalah dan merumuskan solusinya.
Identifikasi masalah secara detail pada program pengembangan sapi potong yang sering jangan lagi terjadi. Misalnya pengembangan sapi potong umumnya terkendala oleh penyediaan bibit, padahal bibit sangat dipengaruhi oleh ketersediaan induk dan pejantan, serta tingkat kelahiran. Maka pada program ini harus diidentifikasi dengan benar, berapa target kelahiran yang akan dicapai dan diadakan pembagian tugas masing-masing pemangku kepentingan untuk mencapainya.
Tak kalah penting, seiring tuntutan kinerja petugas lapangan, kesejahteraan/pendapatan petugas selayaknya ditingkatkan pula, sebab mereka harus lebih dulu yang berdaya sebelum melakukan pemberdayaan. Untuk itu perlu dipikirkan program pemberian bantuan sapi kepada petugas untuk peningkatan kesejahteraan mereka, sekaligus memberi teladan bagaimana menerapkan teknologi, manajemen pemeliharaan dan manajemen usaha sapi yang benar. Sehingga seorang petugas benar-benar mampu menjadi contoh bagi peternak binaannya.

Artikel selengkapnya baca majalah Trobos edisi April 2011

Langganan Via Email

Masukkan Email Anda ke Kotak dibawah ini, untuk berlangganan tulisan:

Dikirim Oleh FeedBurner

Curriculum Vitae


Tentang Prof. Dr. Ir. Jasmal A. Syamsu,M.Si ? Silahkan Klik disini

Mari Bergabung

Jasmal A Syamsu

Jasmal A Syamsu ©Template Blogger Green by Dicas Blogger. Desain Tataletak: Sang Blogger

TOPO