02 Maret 2010

Ternak Kerbau dan Bank Century

oleh : Jasmal A Syamsu

Akhir-akhir ini ternak kerbau menjadi perbincangan masyarakat, sehubungan dengan kehadiran ternak kerbau dalam demonstrasi yang dilakukan elemen masyarakat di Jakarta salah satunya menuntut penuntasan skandal Bank Century. Kehadiran kerbau memicu perdebatan tak terkecuali presiden SBY memberi komentar terhadap kehadiran kerbau tersebut. SBY menyampaikan uneg-unegnya dihadapan menteri dan gubernur di Istana Presiden, Cipanas yaitu dalam unjuk rasa (28/1/2010), ada yang membawa kerbau , ada gambar SBY, dibilang SBY malas, badannya besar kayak kerbau (Tribun Timur, 3/2/2010).

Dibalik itu semua, jika kita ingin menelaah lebih jauh tentang keberadaan ternak kerbau di Indonesia memang ternak ini kurang mendapat perhatian dalam pengembangannya dibanding ternak sapi. Padahal, ternak kerbau merupakan salah satu ternak plasma nutfah Indonesia, yang tersebar di wilayah nusantara. Di Indonesia berbagai macam jenis kerbau misalnya kerbau Belang di Toraja, kerbau Rawa di Alabio, kerbau Binanga di Tapanuli, kerbau Moa di Maluku, kerbau Lumpur di Riau dan lainnya. Data FAOStat menunjukkan bahwa populasi ternak kerbau di Indonesia menduduki urutan ke-8 dari total populasi kerbau dunia yaitu 2,3 juta ekor. Ternak kerbau dikembangkan oleh masyarakat dengan berbagai tujuan dan peran seperti ternak kerbau mempunyai fungsi dalam sistem usaha tani sebagai tenaga kerja yaitu membajak sawah, sumber pupuk, sosial budaya, dan sekaligus menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat peternak. Sehingga jika kerbau dipersonifikasikan sebagai ternak yang malas, mungkin kurang beralasan karena ternak ini sangat memiliki peran dan kontribusi dalam membajak sawah, membantu petani mengolah lahan sawah untuk ditanami padi, selanjutnya menjadi beras/nasi untuk konsumsi masyarakat. Kerbau sungguh sangat rajin melakukan peran ini dan tak pernah terlintas dalam pikiran kita saat memakan nasi bahwa kerbau memiliki andil didalamnya.

Keberadaan ternak kerbau dalam unjuk rasa, merupakan simbol dan alat bantu/peraga dalam demonstrasi yang dapat dipersepsikan dalam arti yang berbeda. Sebagai insan peternakan, saya memberikan arti bahwa selama ini kita kurang memperhatikan keberadaan ternak kerbau sehingga untuk dapat lebih diperhatikan kerbau hadir dalam unjuk rasa. Kehadirannya akan membuka mata dan pikiran kita terutama pemerintah yang sudah sepantasnya mulai memikirkan dan mengembangkan potensi ternak kerbau sebagai penyedia protein hewani masyarakat. Usaha ternak kerbau di masyarakat umumnya merupakan usaha bersifat sambilan dan berskala kecil, namun cukup memberikan harapan dalam hal pengembangannya. Namun demikian, secara teknis ternak kerbau memiliki sejumlah keunggulan dibanding sapi seperti kemampuan metabolisme kerbau untuk melakukan percernaan terhadap pakan yang kurang berkualitas, sehingga kerbau dapat survive pada wilayah dengan potensi pakan yang kurang menguntungkan, serta masa produktif kerbau lebih lama dibanding sapi sehingga dipelihara masyarakat sampai puluhan tahun.

Kurangnya keberpihakan terhadap ternak kerbau ditunjukkan oleh performans perkembangan ternak kerbau seperti rendahnya kontribusi ternak kerbau dalam menyumbang kebutuhan daging nasional yaitu hanya 2,5%, jauh lebih rendah dibanding daging sapi 23%. Dalam kasus lainnya, di Sulawesi Selatan populasi kerbau (Statistik 2008) sebanyak 129.962 ekor, dengan jumlah pemotongan kerbau sebesar 18.348 ekor. Selama kurun waktu 2002-2007, populasi dan pemotongan kerbau mengalami penurunan sebesar -6,50%, dan -9,73%, sehingga produksi daging juga mengalami penurunan -11,92%. Untuk itu saatnya sekarang kita mulai menyusun konsep pengembangan ternak kerbau sebagai salah satu sumber penghasil daging untuk memenuhi konsumsi daging, sehingga kekurangan daging dapat ditutupi oleh produksi daging kerbau, bukan dengan melalui import daging. Sehingga untuk mewujudkan ketahanan pangan hewani dengan sasaran konsumsi daging 8,3 kg/perkapita/tahun diperlukan upaya menggali potensi lokal yang kita miliki seperti pengembangan ternak kerbau.

Kembali kepada kehadiran ternak kerbau dalam unjuk rasa yang salah satu tuntutannya adalah menuntaskan skandal bank century yaitu dana 6,7 trilyun. Kita dapat bayangkan betapa banyak program yang dapat dilakukan untuk memberdayakan masyarakat dengan menggunakan dana sebesar itu. Jika kita berandai-andai, dana 6,7 trilyun digunakan untuk pengembangan ternak kerbau, misalnya pengadaan kerbau yang kira-kira harganya 10 jutaan perekor, maka kita dapat memiliki kerbau sekitar 600 ribu kerbau, setara 2,6% dari populasi kerbau nasional. Setiap ternak kerbau jika dipotong dan diestimasi produksi daging sekitar 100 kg/ekor maka jumlah daging yang dihasilkan sekitar 60 juta kg daging kerbau dan setiap penduduk Indonesia dapat memperoleh daging kerbau lebih dari 25 kg per orang. Illustrasi di atas, hanya sekedar memberikan gambaran betapa besarnya dana yang dikucurkan untuk segelintir orang, dibanding banyaknya masyarakat terutama di pedesaan termasuk peternak yang menunggu kucuran dana dalam bentuk modal usaha untuk pengembangan usahataninya termasuk untuk pengembangan ternak kerbau.

Kehadiran ternak kerbau dalam unjuk rasa, membuka cakrawala berpikir kita bahwa kerbau atau ternak lainnya terkadang dipersepsikan kepada hal-hal yang negatif semata. Sebagai contoh, konotasi negatif yang telah berkembang di masyarakat berhubungan dengan peternakan (ternak/hewan) yaitu kumpul kebo, sapi perahan, adu domba, politik dagang sapi dan kambing hitam. Kumpul kebo, digunakan untuk menjelaskan pria-wanita hidup bersama tanpa ikatan perkawinan, sementara kerbau berkumpul dalam kubangan sebagai habitatnya dan sesuai dengan pola tingkah lakunya untuk berkembang. Sapi perahan, adalah orang yang mengambil keuntungan dengan mengambil susu untuk mencapai tujuannya, sementara sapi perah menghasilkan susu yang mengandung protein tinggi untuk konsumsi masyarakat. Sebagai insan peternakan, istilah seperti ini sebaiknya tidak digunakan karena akan berpengaruh dalam meningkatkan pencitraan sub sektor peternakan.

Kita perlu merubah paradigma berpikir dalam memandang peternakan. Salah satu tantangan yang perlu diselesaikan adalah peningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia sangat dipengaruhui tingkat konsumsi pangan dan gizi masyarakat yang berkecukupan. Pangan bersumber dari pangan nabati dan pangan hewani dan salah satu sektor penyedia pangan hewani adalah sektor peternakan. Disamping itu peternakan berperan pula dalam penyediaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan dan pengembangan potensi wilayah.

Dengan demikian peran peternakan bukan hanya menyediakan protein hewani, namun lebih jauh peternakan sangat menentukan akan masa depan generasi bangsa.

Mencermati peran peternakan dalam menyediakan protein hewani maka selayaknya peternakan menjadi sektor yang patut mendapat perhatian serius dan butuh keberpihakan karena produk hasil peternakan sangat menentukan tingkat konsumsi pangan masyarakat. Konsumsi pangan berupa protein hewani yang cukup dapat mengatasi gizi buruk, dan akhirnya menjadikan masyarakat memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga meningkatnya kualitas sumberdaya manusia.

Akhirnya, dengan kehadiran ternak dalam berbagai unjuk rasa, ternak kerbau, kambing, dan terakhir ternak kuda dalam unjuk rasa di Makassar akan menjadi spririt kita terutama anggota legislatif agar memiliki tenaga kuda dalam menuntaskan skandal bank century dan lebih jauh lebih meningkatkan komitmen dan keberpihakan dalam pengembangan peternakan khususnya di Sulawesi Selatan, semoga.

Langganan Via Email

Masukkan Email Anda ke Kotak dibawah ini, untuk berlangganan tulisan:

Dikirim Oleh FeedBurner

Curriculum Vitae


Tentang Prof. Dr. Ir. Jasmal A. Syamsu,M.Si ? Silahkan Klik disini

Mari Bergabung

Jasmal A Syamsu

Jasmal A Syamsu ©Template Blogger Green by Dicas Blogger. Desain Tataletak: Sang Blogger

TOPO