Potensi Jerami Kacang Tanah Sebagai Sumber Pakan Ruminansia Di Sulawesi Selatan
Jasmal A Syamsu, Dr.Ir.M.Si
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar
Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10 Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar
(Disampaikan dalam Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.Puslitbang Peternakan Deptan, Bogor 21-22 Agustus 2007)
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar
Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10 Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar
(Disampaikan dalam Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.Puslitbang Peternakan Deptan, Bogor 21-22 Agustus 2007)
PENDAHULUAN
Hijauan pakan sebagai pakan utama ternak ruminansia sering mengalami kekurangan terutama di musim kering dengan mutu yang rendah. Selain itu penggunaan lahan untuk tanaman pakan masih bersaing dengan tanaman pangan karena tanaman pakan belum menjadi prioritas. Peningkatan luas lahan pertanian memberikan implikasi terhadap peningkatan luas areal panen tanaman pangan. Dengan semakin intensifnya pola pertanian tanaman pangan mengakibatkan semakin meningkatnya produksi limbah tanaman pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan.
Limbah tanaman pangan dan produksinya sangat tergantung pada jenis dan jumlah areal penanaman atau pola tanam dari tanaman pangan di suatu wilayah (MAKKAR, 2002). Produksi limbah tanaman pangan dapat diestimasi berdasarkan asumsi dari perbandingan antara produk utama dengan limbahnya. Estimasi produksi limbah tanaman pangan dapat menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan angka konversi (rasio) yang digunakan. Untuk mengetahui produksi limbah tanaman pangan di suatu wilayah dapat pula diperkirakan berdasarkan luas areal panen dari tanaman pangan tersebut (JAYASURIYA, 2002). Jenis limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pakan seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang kedelai, jerami kacang tanah dan pucuk ubi kayu (DJAJANEGARA, 1999).
Sulawesi Selatan merupakan wilayah yang memiliki potensi yang besar untuk pengembangan peternakan khususnya ternak ruminansia. Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan peternakan di Sulawesi Selatan adalah ketersediaan sumberdaya pakan untuk ternak. Namun demikian, padang penggembalaan sebagai penyedia pakan hijauan cenderung berkurang setiap tahun. Luas padang penggembalaan di Sulawesi Selatan tahun 2003 adalah 235 542 ha dan mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 1999 seluas 290 184 ha (BPS, 2004). Dilain pihak, luas areal panen tanaman pangan menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Luas areal panen padi seluas 847 305 ha atau 6.85% dari luas areal panen di Indonesia, dan luas areal panen jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar masing-masing 6.91%, 3.97%, 6.13%, 3.53% dan 4.40% dari luas areal panen nasional (BPS, 2004). Meningkatnya intensifikasi tanaman pangan mengakibatkan peningkatan produksi limbah tanaman pangan. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi produksi dan daya dukung jerami kacanag tanah sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan
METODE PENELITIAN
Berdasarkan distribusi curah hujan, di Sulawesi Selatan terdapat beberapa tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson (BALITTAN MAROS, 1992). Sesuai tipe iklim tersebut di Sulawesi Selatan dikenal ada dua pola iklim yaitu pola iklim Sektor Barat dan pola iklim Sektor Timur. Pola iklim Sektor Barat curah hujan terbanyak pada bulan Oktober-Maret, dan pada waktu yang sama pola iklim Sektor Timur yang meliputi daerah di pantai timur terjadi musim kemarau. Dilain pihak, pola iklim Sektor Timur curah hujan terbanyak pada bulan April-September dan pada saat yang sama daerah pola iklim pantai barat mengalami musim kemarau.
Perbedaan pola iklim Sektor Barat dan Timur mempengaruhi musim dan pola tanam tanaman pangan, sehingga penentuan lokasi penelitian mengacu pada pola iklim tersebut. Penentuan lokasi penelitian untuk wilayah kabupaten dan kecamatan secara purposive sampling, serta penentuan dua desa masing-masing kecamatan secara random sampling (MANTRA dan KASTO, 1995). Lokasi penelitian yang dipilih adalah sektor Barat adalah kabupaten Barru (Kecamatan Tanete Riaja dan Soppeng Riaja), dan sektor Timur adalah kabupaten Bantaeng (Kecamatan Pajukukang dan Bissappu).
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data sekunder yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini diperoleh dari instansi terkait yaitu Dinas Peternakan, Dinas Tanaman Pangan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Badan Pusat Statistik. Data primer diperoleh dengan metode pengumpulan data sebagai berikut.
Sulawesi Selatan merupakan wilayah yang memiliki potensi yang besar untuk pengembangan peternakan khususnya ternak ruminansia. Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan peternakan di Sulawesi Selatan adalah ketersediaan sumberdaya pakan untuk ternak. Namun demikian, padang penggembalaan sebagai penyedia pakan hijauan cenderung berkurang setiap tahun. Luas padang penggembalaan di Sulawesi Selatan tahun 2003 adalah 235 542 ha dan mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 1999 seluas 290 184 ha (BPS, 2004). Dilain pihak, luas areal panen tanaman pangan menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Luas areal panen padi seluas 847 305 ha atau 6.85% dari luas areal panen di Indonesia, dan luas areal panen jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar masing-masing 6.91%, 3.97%, 6.13%, 3.53% dan 4.40% dari luas areal panen nasional (BPS, 2004). Meningkatnya intensifikasi tanaman pangan mengakibatkan peningkatan produksi limbah tanaman pangan. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi produksi dan daya dukung jerami kacanag tanah sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan
METODE PENELITIAN
Berdasarkan distribusi curah hujan, di Sulawesi Selatan terdapat beberapa tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson (BALITTAN MAROS, 1992). Sesuai tipe iklim tersebut di Sulawesi Selatan dikenal ada dua pola iklim yaitu pola iklim Sektor Barat dan pola iklim Sektor Timur. Pola iklim Sektor Barat curah hujan terbanyak pada bulan Oktober-Maret, dan pada waktu yang sama pola iklim Sektor Timur yang meliputi daerah di pantai timur terjadi musim kemarau. Dilain pihak, pola iklim Sektor Timur curah hujan terbanyak pada bulan April-September dan pada saat yang sama daerah pola iklim pantai barat mengalami musim kemarau.
Perbedaan pola iklim Sektor Barat dan Timur mempengaruhi musim dan pola tanam tanaman pangan, sehingga penentuan lokasi penelitian mengacu pada pola iklim tersebut. Penentuan lokasi penelitian untuk wilayah kabupaten dan kecamatan secara purposive sampling, serta penentuan dua desa masing-masing kecamatan secara random sampling (MANTRA dan KASTO, 1995). Lokasi penelitian yang dipilih adalah sektor Barat adalah kabupaten Barru (Kecamatan Tanete Riaja dan Soppeng Riaja), dan sektor Timur adalah kabupaten Bantaeng (Kecamatan Pajukukang dan Bissappu).
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data sekunder yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini diperoleh dari instansi terkait yaitu Dinas Peternakan, Dinas Tanaman Pangan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Badan Pusat Statistik. Data primer diperoleh dengan metode pengumpulan data sebagai berikut.
Untuk mengetahui produksi limbah jerami kacang tanah dilakukan survei pada setiap lokasi (dua desa per kecamatan) dengan dua kali ulangan. Menurut CHINH dan VIET LY (2001), pengambilan cuplikan untuk mengetahui produksi limbah tanaman pangan menggunakan cuplikan (ubinan) dengan ukuran 5 x 5 meter (25m2) dengan dua ulangan. Produksi jerami kacang tanah diketahui dengan menggunakan cuplikan (ubinan) pada kacang tanah yang sedang panen atau siap panen. Jerami kacang tanah dikumpulkan dan ditimbang bobot segarnya sehingga diketahui produksi jerami kacang tanah (kg/25m2). Selanjutnya diambil sampel dalam keadaan segar dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC, lalu ditimbang untuk mengetahui bobot kering. Untuk mengetahui kualitas jerami kacang tanah, dilakukan analisis proksimat berdasarkan AOAC (1990).
Data hasil survei produksi limbah tanaman pangan dan analisis kualitas limbah tanaman pangan dianalisis secara statistik deskriptif (MATTJIK dan SUMERTAJAYA, 2000) dengan tabulasi data, konversi data, rataan data dan diolah dengan menggunakan bantuan SPSS versi 12.0.1. Produksi jerami kacang tanah dihitung berdasarkan produksi segar, produksi kering, produksi bahan kering (BK), produksi protein kasar (PK), dan produksi total digestible nutrient (TDN) (SYAMSU, et al., 2005). TDN dihitung menggunakan persamaan sumatif HARRIS et al. (1972).
Indeks Konsentrasi Produksi Pakan (IKPP), Indeks konsentrasi produksi pakan limbah jerami kacang tanah memberikan gambaran tentang konsentrasi produksi jerami kacang tanah berdasarkan produksi bahan kering di setiap wilayah (kabupaten). IKPP diperoleh yaitu produksi limbah jerami kacang tanah dibagi rataan produksi jerami kacang tanah propinsi. Wilayah kabupaten dengan IKPP ≥ 1,0 merupakan wilayah yang memiliki keunggulan produksi dengan kategori produksi tinggi dibanding wilayah lainnya. Wilayah kabupaten dengan IKPP 0,5 - <1,0>
Daya Dukung Jerami Kacang Tanah, Daya dukung jerami kacang tanah adalah kemampuan suatu wilayah menghasilkan pakan berupa limbah jerami kacang tanah tanpa melalui pengolahan, dan dapat menyediakan pakan untuk menampung sejumlah populasi ternak ruminansia. Dalam menghitung daya dukung limbah jerami kacang tanah digunakan beberapa asumsi kebutuhan pakan ternak ruminansia. Asumsi yang digunakan yaitu bahwa satu satuan ternak (1 ST) ternak ruminansia rata-rata membutuhkan bahan kering (BK) adalah 6.25 kg/hari (NRC 1984), kebutuhan protein kasar adalah 0.66 kg/hari dan kebutuhan total digestible nutrient (TDN) adalah 4.3 kg/hari (DITJEN PETERNAKAN dan FAPET UGM 1982). Daya dukung limbah jerami kacang tanah berdasarkan bahan kering, protein kasar dan TDN dihitung menurut SYAMSU, et al (2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil survei produksi masing-masing limbah jerami kacang tanah diperoleh rata-rata produksi segar, produksi kering, dan produksi bahan kering. Rata produksi segara jerami kacang tanah adalah 8,81 ton/ha, 5,70 ton/ha dan 4,94 ton/ha. Rata-rata produksi bahan kering jerami kacang tanah yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh MULLER (1974) yaitu sebesar 2.5 ton/ha. Rata-rata kualitas jerami kacang tanah adalah kandungan protein kasar sebesar 12,00%, kandungan serat kasar 30,27%, lemak kasar 2.67%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 42,76% dan abu 2,30%. produksi bahan kering jerami kacang tanah di Sulawesi Selatan 178.206 ton. Berdasarkan TDN dan protein kasar jumlah produksi jerami kacang tanah adalah 92.827 ton dan 21.385 ton. Berdasarkan IKPP jerami kacang tanah menunjukkan kabupaten Selayar, Bulukumba, Sinjai, Maros, Wajo dan kabupaten Bone merupakan kabupaten dalam kategori produksi tertinggi sebesar 65.114 ton. Daya dukung jerami kacang tanah sebagai sumber pakan berdasarkan bahan kering dapat menampung sejumlah 78.160 ternak ruminansia.
Berdasarkan produksi jerami kacang tanah dilakukan analisis daya dukung jerami kacang tanah sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. Daya dukung jerami kacang tanah adalah merupakan kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan atau menyediakan pakan berupa limbah jerami kacang tanah yang dapat menampung kebutuhan sejumlah populasi ternak ruminansia tanpa melalui pengolahan. Daya dukung jerami kacang tanah berdasarkan bahan kering dapat menampung sejumlah 78.160 ST, dan kabupaten Bone dan Jeneponto memiliki daya dukung tinggi yaitu sebesar 28.559 ST. Melihat potensi dan daya dukung jerami kacang tanah sebagai pakan nampaknya dapat memenuhi kebutuhan dalam penyediaan pakan bagi sejumlah populasi ternak ruminansia. Namun disisi lain, penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan memiliki berbagai kendala yang disebabkan oleh nilai nutrisinya yang amat beragam tergantung dari spesies, waktu penen serta adanya perlakuan pasca penen (SOETANTO, 2001). Dengan nilai nutrisi yang rendah seperti kandungan protein yang rendah dan serat kasar yang tinggi menyebabkan limbah pertanian terbatas untuk digunakan sebagai pakan (SOFYAN, 1998).
Upaya untuk meningkatkan nilai gizi limbah pertanian dengan menggunakan teknologi pakan telah diterapkan di masyarakat seperti perlakuan fisik, kimiawi serta biologis. Ditingkat peternak penerapan teknologi peningkatan kualitas limbah pertanian memiliki hambatan dengan berbagai alasan seperti jumlah limbah yang dapat dikumpulkan oleh peternak relatif sedikit karena kurangnya fasilitas untuk penyimpanan dan terjadinya penambahan beban biaya dan tenaga kerja bagi peternak dengan melakukan teknologi tersebut (DJAJANEGARA, 1999). Untuk itu dibutuhkan teknologi pakan yang sederhana, murah dan mudah diadopsi oleh peternak.
KESIMPULAN
Jumlah produksi jerami kacang tanah di Sulawesi Selatan adalah produksi bahan kering 178.206 ton, TDN dan protein kasar adalah 92.827 ton dan 21.385 ton. Kabupaten dalam kategori produksi tinggi jerami kacang tanah adalah kabupaten Selayar, Bulukumba, Sinjai, Maros, Wajo dan kabupaten Bone merupakan kabupaten dalam kategori produksi tertinggi sebesar 65.114 ton. Daya dukung jerami kacang tanah sebagai sumber pakan berdasarkan bahan kering dapat menampung sejumlah 28.559 ternak ruminansia.
DAFTAR PUSTAKA
ASSOCIATION OF OFFICIAL ANALYTICAL CHEMISTS. 1990. Official Methods of Analysis. Washington DC: Association of Official Analytical Chemists.
BADAN PUSAT STATISTIK. 2004. Statistik Indonesia 2003. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
CHINH, B.V, VIET LY, L. 2001. Potential of agro-byproducts as feed resources for buffaloes in Vietnam. Proceedings Buffalo Workshop. December 2001. http://www.mekarn.org/procbuf/chin.htm [19 Pebruari 2003].
DINAS PETERNAKAN SULAWESI SELATAN. 2004. Statistik Peternakan Tahun 2003. Makassar: Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan.
DITJEN PETERNAKAN dan FAPET UGM. 1982. Laporan Survei Inventarisasi Limbah Pertanian. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada.
DJAJANEGARA, A. 1999. Local livestock feed resources. Di dalam: Livestock Industries of Indonesia Prior to the Asian Financial Crisis. RAP Publication 1999/37. Bangkok: FAO Regional Office for Asia and the Pacific. hlm 29-39.
FAKULTAS PETERNAKAN UGM. 1972. Feed Supply dan Feed Analysis Hijauan. Jogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
HARRIS, LE, KEARL LC, FONNESBECK PV. 1972. Use of regression equation in predicting availability of energy and protein. J Anim Sci 65 : 658-664.
MATTJIK, AA, SUMERTAJAYA M. 2000. Perancangan Percobaan. Jilid I. Bogor: IPB Press.
MULLER, ZO. 1974. Livestock Nutrition in Indonesia. Rome: UNDP FAO.
NATIONAL RESEARCH COUNCIL. 1984. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 6th rev.ed. Washington DC: National Academy Press.
SOETANTO, H. 2001. Teknologi dan Strategi Penyediaan Pakan dalam Pengembangan Industri Peternakan. Makalah Workshop Strategi Pengembangan Industri Peternakan, Makassar 29-30 Mei 2001. Makassar: Fakultas Peternakan UNHAS dan Puslitbang Bioteknologi LIPI.
SOFYAN, LA. 1998. Permasalahan Pakan Ternak dan Solusinya. Makalah Dialog Nasional Peternakan. Bogor 30-31 Mei 1998. Bogor: Lembaga Kemahasiswaan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
SYAMSU, J.A., L.A. SOFYAN., K. MUDIKDJO., E.G. SA’ID., E.B. LACONI. 2005. Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. Vol 8 (4) : 291-301