Pengembangan Ternak Sapi Butuh Keberpihakan
oleh : Jasmal A Syamsu
Tulisan ini diilhami oleh arahan Gubernur Sulawesi Selatan, saat Pertemuan Koordinasi Peternakan Sul Sel Tahun 2010 beberapa hari yang lalu (28/1/2010), dimana penulis turut hadir dalam acara tersebut. Dalam acara tersebut Gubernur menyampaikan beberapa pandangan dan arahan bagaimana kita melakukan pengembangan peternakan khususnya ternak sapi di Sul Sel. Sebelum menguraikan beberapa catatan dari pertemuan tersebut, perlu diketahui bahwa visi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagai salah-satu pemasok utama ternak sapi potong dan bibit tahun 2013. Hal ini mengandung makna tentang kemampuan melakukan peningkatkan populasi dan mutu ternak sapi.
Sejalan dengan itu bibit yang diharapkan mempunyai kualitas yang baik dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang dimiliki. Salah satu sumber daya lokal yang cukup potensial untuk dikembangkan di Provinsi Sulawesi Selatan adalah sapi bali karena terbukti telah mampu beradapatasi dengan kondisi agroklimat Sulawesi Selatan. Selain Sapi Bali, jenis ternak sapi yang lain ikut dikembangkan untuk menunjang peningkatan populasi sapi potong dan bibit. Pengembangan dan peningkatan produksi sapi perlu didukung untuk memantapkan stabilitas ketahanan pangan nasional dengan sasaran utama pencapaian percepatan swasembada daging, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Guna menunjang hal tersebut, Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah potensil pengembangan sapi telah mencanangkan program pencapaian populasi ternak sapi satu juta ekor pada tahun 2013.
Untuk mengembangkan peternakan, penulis menangkap beberapa inti pandangan dan pemikiran gubernur yaitu diperlukan penyatuan tekad, semangat, dan komitmen untuk mengembangkan peternakan, pengembangan peternakan harus fokus dan semua pihak mengetahui target dan sasaran program, pengembangan modal usaha, pengembangan instalasi perbibitan rakyat, serta peningkatan kapasitas petugas lapangan. Untuk itu penulis mencoba mengulas beberapa pandangan tersebut di atas. Pertama, adalah penyatuan tekad, semangat, dan komitmen untuk mengembangkan peternakan. Hal ini memang menjadi kunci keberhasilan dan merupakan tahap awal sebelum kita melangkah lebih jauh. Tekad dan semangat kita diperlukan dan lebih berkomitmen terhadap pengembangan peternakan. Lebih jauh, bukan hanya pada komitmen semata, namun bagaimana mengimplementasikan komitmen tersebut dalam wujud program dan keberpihakan. Keperpihakan pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk regulasi/kebijakan peternakan untuk masyarakat peternak dan seberapa besar dukungan pendanaan yang ada untuk mengembangkan peternak baik dana pemerintah atau pihak swasta/perbankan. Penyatuan tekad, semangat dan komitmen harus pula diwujudkan dalam peningkatan koordinasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta pelibatan swasta. Seluruh stakeholder harus seirama dalam gerak dan langkah sesuai dengan peran dan fungsinya sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan peternakan.
Kedua, adalah dalam pengembangan peternakan harus fokus dan semua pihak mengetahui target dan sasaran program. Untuk implementasi langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu tetapkan program kegiatan, apa kebutuhan target program, tahu dengan siapa kita harus bekerjasama, tahu titik kunci permasalahan dan solusinya, kerjasama berbagai pihak, memahami target program, serta melakukan evaluasi dengan benar dari program. Kerangka pikir diatas bukan hanya diperlukan untuk pengembangan peternakan namun untuk seluruh program pembangunan. Penetapan program harus didahului dengan identifikasi masalah peternakan, sebagai illustrasi, misalnya pengembangan sapi potong terkendala dengan penyediaan bibit, dan bibit sangat dipengaruhi oleh ketersediaan induk dan pejantan, serta tingkat kelahiran. Kelahiran dapat kita tingkatkan melalui kawin alam atau inseminasi buatan. Kebutuhan program ini harus diidentifikasi dengan benar dan berapa target kelahiran yang akan dicapai dan pelaksanaan program tidak terlepas kerjasama semua pihak.
Ketiga, adalah pengembangan modal usaha. Suatu pemikiran yang menarik tentang modal yang dikemukakan oleh gubernur yaitu selama ini kita hanya selalu berpikiran bahwa pengembangan usaha peternakan terbentur pada modal. Namun, kita kurang menganalisis lebih jauh tentang peluang pasar yang ada, sehingga pendekatan usaha peternakan sejatinya lebih diarahkan ke pendekatan pasar. Jika secara hitungan ekonomi memberi keuntungan maka permasalahan modal dapat kita atasi. Diketahui bahwa peternakan khususnya sapi sebagian besar adalah peternakan rakyat yang salah satu kendalanya adalah modal, sehingga solusi yang perlu dilakukan adalah membangun kemitraan usaha peternakan rakyat dengan dunia swasta/perbankan dalam bentuk saling menguntungkan. Pihak pengusaha mitra menyediakan sarana produksi sementara pihak petani melakukan budidaya ternak sapi, dan pemasaran hasil ternak dilakukan oleh pengusaha mitra. Dipihak lain, pada peternakan unggas konsep ini telah berjalan, dan bukan tidak mungkin konsep kemitraan usaha itu dapat pula berjalan pada peternakan sapi. Untuk itu disinilah fungsi pemerintah (dinas peternakan) dalam menfasilitasi dan menjembatani untuk berjalannya konsep kemitraan dalam peternakan sapi.
Perlu dipahami bahwa, dalam sistem agribisnis produk peternakan seperti sapi potong harus mengalir ke tangan konsumen bukan oleh dorongan produsen/peternak (supply push) tapi oleh tarikan konsumen (demand pull). Dalam kondisi supply push, posisi produsen sangat lemah, sebaliknya dalam posisi demand pull, produsen mempunyai kekuatan yang memadai untuk turut mengendalikan harga. Saat ini kondisi demand pull belum bisa diwujudkan dalam tataniaga produk peternakan khususnya sapi potong, karena secara umum peternak tidak mengetahui dengan jelas mengenai karakteristik produk yang dibutuhkan konsumen (Tawaf, 2009).
Keempat, adalah pengembangan instalasi perbibitan rakyat. Konsep pengembangan instalasi perbibitan rakyat dapat menjadi salah satu solusi masalah perbibitan. Sudah seharusnyalah pembinaan perbibitan dapat mencakup mulai dari pembinaan proses produksi sampai kepada pembinaan dalam proses distribusi, pemasaran dan pengawasan mutu itu sendiri. Tujuannya tentu saja disamping agar kualitas bibit dapat dipertahankan untuk ditingkatkan, juga untuk melindungi konsumen terhadap pemalsuan bibit, baik oleh produsen maupun oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Pengembangan perbibitan rakyat dilakukan dengan mengintegrasikan pengembangan usaha pembibitan sapi, usaha pengemukan sapi, dan pengembangan budidaya tanaman melalui pemanfaatan kompos. Dalam model ini sektor perternakan merupakan leading sektor yang memiliki dimensi yang lebih luas dari sekedar nilai produk yang dihasilkannya seperti peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, pengurangan kemiskinan, pembangunan pedesaan, aspek kelestarian lingkungan, dan aspek sosial budaya, tetapi juga sebagai penunjang dan penentu atau pemicu perkembangan sektor lainnya melalui keterkaitannya.
Kelima, adalah peningkatan kapasitas petugas lapangan. Hal ini cukup beralasan karena ujung tombak pembangunan peternakan adalah petugas lapangan, bersentuhan langsung dengan peternak dan mengetahui masalah dan keinginan peternak. Untuk itu memang dibutuhkan peningkatan kapasitas baik pengetahuan dan keterampilan petugas agar dapat memberikan pelayanan dengan baik kepada peternak. Disamping itu, peningkatan kesejahteraan/pendapatan petugas tidak boleh dilupakan karena sebagai pelaku pemberdayaan peternak, petugas harus lebih dulu yang berdaya sebelum melakukan pemberdayaan peternak. Untuk itu perlu dipikirkan program pemberian bantuan sapi kepada petugas, dan melakukan menejemen pemeliharaan sapi dengan benar dan menerapkan teknologi sehingga dapat menjadi contoh bagi peternak binaannya, sehingga mempercepat proses transfer teknologi dan pemberdayaan kepada peternak.