Memintal Masalah, Merajut Solusi untuk Lembaga Kemahasiswaan
(Bahan renungan lembaga kemahasiswaan di Fakultas Peternakan UNHAS)
oleh :
Dr.Ir.Jasmal A Syamsu,M.Si
Pembina Himpunan Mahasiswa Nutrisi & Makanan Ternak (HUMANIKA) UNHAS
Dr.Ir.Jasmal A Syamsu,M.Si
Pembina Himpunan Mahasiswa Nutrisi & Makanan Ternak (HUMANIKA) UNHAS
Lembaga kemahasiswaan merupakan bagian integral pembinaan kemahasiswaan di perguruan tinggi, dan wadah mahasiswa untuk menumbuhkembangkan wawasan berpikir dan nalar demi terciptanya mahasiswa yang memiliki daya analisis terhadap permasalahan dihadapi dan dapat menemukan solusi terbaik dari masalah tersebut. Lembaga kemahasiswaan diharapkan pula menjadi wadah untuk meningkatkan kreativitas yang berangkat dari ide-ide atau gagasan cemerlang, selanjutnya diimplementasikan dalam bentuk kegiatan atau aksi yang bermanfaat bagi diri mahasiswa dan lingkungannya. Selain itu lembaga kemahasiswaan dapat pula menjadi media belajar untuk melakukan interaksi sosial, komunikasi dan kerjasama antar mahasiswa.
Berbicara tentang lembaga kemahasiswaan sebaiknya dipahami bahwa keberadaannya lebih dititikberatkan pada peningkatan profesionalisme mahasiswa. Segala kegiatan atau program yang dilaksanakan diharapkan mampu meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan mahasiswa sesuai bidang atau jurusan yang gelutinya. Disamping itu kegiatan di luar bidangnya tetap diharapkan untuk mendukung peningkatan kualitas dan kapasitas mahasiswa yang lebih paripurna.
Mahasiswa (anggota) merupakan kekuatan terbesar yang dimiliki lembaga kemahasiswaan, dan kekuasaan tertinggi di lembaga kemahasiswaan berada di tangan anggota. Keterlibatan dan keaktifan anggota sangat menentukan perjalanan dan eksistensi lembaga kemahasiswaan. Dewasa ini terdapat kecenderungan menurunnya keterlibatan mahasiswa dalam lembaga kemahasiswaan. Jika hal ini benar adanya, perlu adanya pemikiran untuk mencari apa gerangan menjadi penyebab merosotnya keterlibatan anggota dalam lembaga kemahasiswaan?. Ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebabnya sebagai berikut.
Pertama, pengkaderan dan pembinaan anggota dalam lembaga kemahasiswaan yang belum optimal, sehingga perlu dilakukan reposisi dan reorientasi pola pengkaderan/pembinaan yang dilakukan selama ini. Berdasarkan konstitusi lembaga kemahasiswaan bahwa pengkaderan merupakan pintu awal bagi mahasiswa untuk dapat diterima atau bergabung sebagai anggota. Sebagai pintu awal, maka pengkaderan yang selama ini diberi nama yang berbeda-beda pada setiap lembaga kemahasiswaan diharapkan memberi bekal dan pengetahuan kepada calon anggota untuk mengerti dan memahami lembaga kemahasiswaan. Untuk mencapai hal tersebut diberikanlah materi-materi pengkaderan.
Pertanyaan kemudian apakah materi-materi atau metode pengkaderan selama ini dilakukan dapat mencapai tujuan dilakukannya pengkaderan? Sepatutnya materi pengkaderan memuat materi inti dan materi penunjang. Materi inti adalah materi yang telah distandardisasi sehingga setiap calon anggota yang mengikuti pengkaderan dari tahun ke tahun (angkatan ke angkatan) menerima materi inti yang sama. Jika hal ini dilakukan akan bermuara pada terjadinya pemahaman yang sama antar anggota lembaga kemahasiswaan walaupun berbeda angkatannya dalam memandang, mengerti dan memahami lembaga kemahasiswaan.
Sebuah analogi, jika lembaga kemahasiswaan diibaratkan sebuah gelas dimana tahun lalu dalam pengkaderan calon anggota diberikan materi dengan melihat lembaga kemahasiswaan dari arah atas, maka akibatnya seluruh peserta pengkaderan akan memahami bahwa gelas itu bentuknya lingkaran (bundar). Dilain pihak, pengkaderan tahun ini calon anggota diberikan materi dengan melihat gelas tersebut dari arah samping, maka seluruh peserta pengkaderan akan menuai hasil dan memahami gelas tersebut yang berbentuk persegi panjang. Perbedaan pemahaman anggota terhadap lembaga kemahasiswaan diakibatkan oleh adanya perbedaan materi yang diberikan atau yang diserap.
Selain materi inti, perlu pula diberi materi penunjang yang merupakan materi pendukung dari materi inti yang dibuat berdasarkan kondisi yang berkembang dari tahun ke tahun. Setelah pengkaderan maka pembinaan anggota diupayakan terus berlangsung dan tidak berhenti hanya sampai pengkaderan. Perlu ada rumusan/konsep yang jelas tentang pola pembinaan anggota yang dilakukan selama mahasiswa menjadi anggota lembaga kemahasiswaan. Pola pembinaan sebaiknya berangkat dari output apa yang diharapkan. Jika lembaga kemahasiswaan jurusan (HMJ) lebih difokuskan kepada pengembangan keilmuan dan keprofesian, maka pola pembinaan anggota harus diarahkan kepada pencapaian hal tersebut. Dengan pola pembinaan yang tidak jelas arah dan tujuannya, dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan peranserta anggota.
Kedua, program kerja atau kegiatan lembaga kemahasiswan kurang memberi manfaat bagi anggota sehingga belum menyentuh nurani mahasiswa untuk terlibat. Kegiatan atau program kerja lembaga kemahasiswaan dapat diibaratkan sebagai sebuah produk yang akan dijual ke pasar. Untuk memproduksinya produk maka sebaiknya terlebih dahulu dilakukan survei (identifikasi) tentang produk seperti apa yang diinginkan oleh konsumen (anggota/mahasiswa).
Berdasarkan hasil beberapa identifikasi yang dilakukan, ditetapkan beberapa produk yang diyakini akan terjual di pasar dan dapat dibeli oleh konsumen yang biasanya disepakati dalam rapat kerja. Akan tampak lebih menarik jika produk yang dihasilkan tersebut dibungkus dalam kemasan cantik dan indah sehingga lebih menambah ketertarikan konsumen untuk membeli produk tersebut.
Program kerja yang dibuat tidak didahului oleh analisis kebutuhan anggota dan mengabaikan tercapainya tujuan lembaga kemahasiswaan, diyakini akan sulit meningkatkan peranserta anggota dalam pelaksanaan program kerja tersebut. Anggota beranggapan program kerja yang dilaksanakan tidak sesuai kebutuhannya, dan tidak akan memberi manfaat sehingga program kerja tidak terbeli oleh konsumen (anggota). Keberhasilan program kerja sebaiknya tidak diukur dari banyaknya program kerja, tetapi lebih ditentukan seberapa besar jumlah anggota yang terlibat/menikmatinya. Jadi ada baiknya program kerja yang dibuat berdasarkan atas kemampuan/sumberdaya yang dimiliki, realistis dan diyakini dapat dilaksanakan dengan baik.
Ketiga, terjadinya dis-harmonisasi hubungan antar mahasiswa. Pepatah klasik bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh atau berat sama dijinjing, ringan sama dipikul. Pepatah ini mengandung makna bahwa jika segala sesuatu dilakukan secara bersama dan bersatu maka segalanya dapat dilakukan dengan mudah dan ringan. Berangkat dari pepatah tersebut, untuk lebih meningkatkan eksistensi lembaga kemahasiswaan, maka segala potensi sumberdaya khususnya sumberdaya anggota harus disatukan dan secara bersama membangun lembaga kemahasiswaan.
Harmonisasi hubungan antar mahasiswa (anggota) salah satu penentu terbangunnya dan eksisnya lembaga kemahasiswaan. Walaupun mahasiswa berangkat dari segala perbedaan seperti perbedaan angkatan misalnya, tetapi selayaknya perbedaan itu tidak menjadi tirai pembatas hubungan antar mahasiswa. Saatnya membuka mata, bahwa terdapat kecenderungan terjadinya disharmonisasi hubungan antar mahasiswa yang disebabkan oleh adanya perbedaan.
Akibat lebih jauh adalah adanya benturan-benturan dan gap antar mahasiswa, serta terbangunnya sebuah egoisme angkatan dalam diri mahasiswa. Jika hal seperti ini berlangsung lama dan berlarut-larut tanpa ada kesadaran dan usaha untuk mengatasinya, akibatnya gap semakin melebar sehingga lembaga kemahasiswaan dari tahun ke tahun hanya berputar pada persoalan yang sama dengan terus melakukan konsolidasi anggota untuk menyelesaikan masalah tersebut, sehingga kapan program kerja dapat terlaksana?
Sebuah pot di atas meja, berisikan berbagai bunga yang berbeda baik warna maupun bentuknya. Namun bunga yang berbeda itu tampak indah dipandang mata karena dirangkai dengan baik, dimana setiap bunga mengerti posisi dan perannya dalam rangkaian tersebut. Illustrasi ini memberikan gambaran perlunya dipahami bahwa dengan segala perbedaan jika telah dalam pot lembaga kemahasiswaan sebaiknya seluruh anggota menanggalkan perbedaan itu dan menciptakan hubungan yang baik antar sesama anggota sehingga lembaga kemahasiswaan akan juga indah dipandang mata seperti layaknya bunga dalam pot.
Keempat, tidak terjadinya kesinambungan kepengurusan sehingga periodisasi keaktifan di lembaga kemahasiswaan dalam waktu yang singkat. Regenerasi dalam lembaga kemahasiswaan berjalan dengan baik jika adanya kesinambungan kepengurusan dan masih terjalinnya hubungan yang baik antara kepengurusaan saat ini dengan yang sebelumnya, atau nantinya dengan kepengurusan yang akan datang. Kesinambungan dibutuhkan untuk meningkatkan secara terus-menerus eksistensi lembaga kemahasiswaan sehingga tidak terjadi kemunduran. Salah satu kunci terjadinya kesinambungan itu adalah adanya harmonisasi hubungan dan terjalinnya komunikasi yang baik antar mahasiswa seperti telah diuraikan sebelummnya.
Kepengurusan yang terbentuk berlandaskan atas adanya egoisme angkatan atau kelompok, menjadikan kepengurusan tersebut menjadi kurang kuat, karena terkesan bernuansa angkatan atau kelompok tertentu sehingga partisipasi angkatan atau kelompok lain akan kurang. Akibatnya periodisasi keaktifan seorang mahasiswa dalam lembaga kemahasiswaan pada dasarnya hanya seumur kepengurusan saat angkatannya berkuasa. Apa yang diperoleh seorang mahasiswa jika hanya aktif dalam lembaga kemahasiswaan dalam kurun waktu yang singkat itu?
Dalam rangka kesinambungan kepengurusan dan periodisasi keaktifan mahasiswa dalam lembaga kemahasiswaan tidak begitu singkat, solusi yang dapat dilakukan adalah kepengurusan atau kepanitiaan kegiatan yang terbentuk mencerminkan segala potensi anggota dari berbagai angkatan atau latar yang berbeda dan dapat mengakomodasi segala kepentingan anggota atau kelompok.
Kelima, terbangunnya pemikiran dalam mahasiswa dalam memilih apakah akademik atau terlibat organisasi? Tak dapat dipungkiri ada opini yang berkembang di mahasiswa (anggota) dalam memilih apakah akademik atau terlibat dalam organisasi lembaga kemahasiswaan. Seyogyanya keterlibatan mahasiswa dalam lembaga kemahasiswa dapat menjadi pendukung keberhasilan akademik sepanjang program/kegiataan lembaga kemahasiswaan dapat memberi manfaat dalam menunjang keberhasilan akademik.
Mahasiswa yang memilih untuk lebih menfokuskan diri dalam kegiataan akademik, bukannya tidak ingin terlibat dalam kegiatan lembaga kemahasiswaan, akan tetapi kemungkinan tidak melihat adanya manfaat yang diperoleh dalam rangka pengembangan keilmuan untuk menjadikan mahasiswa yang profesional. Jika hal tersebut benar adanya, maka saatnya dilakukan reorientasi dan reposisi program kerja untuk lebih mengakomodasi keinginan anggota (mahasiswa), sehingga yang berperan dan aktif dalam lembaga kemahasiswaan jumlahnya lebih banyak.
Keenam, peran dan kinerja pengurus lembaga kemahasiswaan perlu ditingkatkan. Diibaratkan sebuah kapal, lembaga kemahasiswaan berlayar menuju ke bandar tujuan yang dipimpin oleh seorang nahkoda dan dibantu oleh sejumlah anak buah kapal (pengurus). Kapal membawa sejumlah penumpang (anggota), dimana penumpang telah mengerti benar arah dan tujuan kapal berlayar sehingga mereka memutuskan untuk ikut berlayar dengan kapal tersebut. Dalam perlayaran di lautan, nahkoda beserta anak buah kapal harus mampu memberi pelayanan (program/kegiatan) yang terbaik buat para penumpang dengan segala daya upaya yang dimilikinya dan sebaiknya bertanya kepada penumpang kegiatan apa yang mereka butuhkan.
Program dan pelayanan yang baik menjadikan para penumpang tidak suntuk dan tidak merasa bosan dalam perjalanan, dan akan lebih menikmati perjalanan itu dengan segala aktivitas yang dilakukan. Tak selamanya kapal berlayar dalam kondisi samudera yang tenang. Nahkoda dan beserta seluruh anak buah kapal harus mengerti, memahami peran dan tugas masing-masing sehingga mampu mengantisipasi dan dapat melewati jika kapal dihempas oleh ombak besar dan badai tentu dengan dukungan seluruh penumpang.
Besar harapan tulisan ini dapat menjadi bahan renungan untuk meningkatkan eksistensi lembaga kemahasiswaan khususnya di Fakultas Peternakan. Satukan tekad dan potensi untuk raih prestasi, Semoga…..
Identitas, Unhas Makassar
No.642/Tahun XXXII, Edisi Awal Juli 2006