21 September 2007

Perlunya Reorientasi Pembangunan Peternakan Sul Sel

oleh :
Jasmal A Syamsu, Dr.Ir.M.Si

Jumlah kematian ternak unggas di Sulawesi Selatan (Sul Sel) akibat wabah flu burung telah mencapai ratusan ribu ekor dan diperkirakan jumlah kerugian mencapai milyaran rupiah dimana kematian ayam terbesar di Kabupaten Sidrap, disamping kabupaten lainnya yaitu Wajo, Soppeng, dan Maros.

Dengan terjadinya kasus flu burung ini, berbagai pihak menyayangkan kelambanan pemerintah dalam mengantasipasi meluasnya wabah ini karena ternyata disinyalir wabah ini telah terjadi sejak beberapa bulan yang lalu, namun tidak ada keterangan resmi yang dikeluarkan pemerintah dan terkesan menutup-nutupi kasus ini.
Jika melihat jumlah populasi ternak unggas berdasarkan data Statistik Peternakan Sul Sel Tahun 2004, jumlah populasi ayam ras sebanyak 7.408.889 ekor yang terdiri atas ayam pedaging 3.493.468 ekor dan ayam petelur 3.915.421 ekor. Dari total populasi ayam petelur di Sulawesi Selatan sekitar 50% berada di Kabupaten Sidrap. Dengan kasus flu burung mengakibatkan populasi ternak unggas (ras pedaging/petelur) menjadi berkurang.

Dilain pihak, usaha perunggasan selama ini telah mampu berperan dalam penyediaan protein hewani yang murah dan mudah diperoleh oleh masyarakat. Usaha perunggasan pula telah terbukti sebagai salah satu penggerak ekonomi masyarakat khususnya di pedesaan, mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan memberikan lapangan kerja bagi sejumlah masyarakat. Kasus flu burung yang menimpa industri/usaha perunggasan Sulawesi Selatan khususnya pada usaha peternakan ayam ras pedaging dan petelur, memberikan dampak bukan hanya pada sub sektor peternakan semata, akan tetapi lebih jauh berimplikasi terhadap sosial budaya, lapangan kerja dan lainnya.

Dengan demikian sepatutnya mulai sekarang dilakukan usaha dalam rangka pemulihan kembali usaha perunggasan, dan tidak lagi berbicara pada konteks siapa yang salah sehingga wabah ini terjadi, tetapi lebih baik memikirkan dan melakukan aksi dalam rangka menyelamatkan usaha perunggasan ini.

Pendekatan Agribisnis
Untuk menyelamatkan usaha peternakan khususnya perunggasan haruslah dilihat secara komprehensif. Dengan pendekatan agribisnis maka usaha perunggasan melibatkan seluruh stakeholder yang berperan di dalammnya. Subsistem yang berperan dalam perunggasan adalah sub sistem hulu (upstream off-farm) yang meliputi industri pembibitan, industri pakan, obat-obatan/vaksin, industri alat/peralatan; subsistem budidaya (on farm) yaitu kegiatan usaha yang menghasilkan ayam ras pedaging atau petelur.

Terakhir, subsistem hilir (down stream off farm) yaitu kegiatan atau industri pengolahan dan kegiatan perdagangannya, serta institusi-institusi penunjangnya seperti perbankan, transportasi, dan kebijakan pemerintah. Kalau hanya melihat salah satu atau beberapa subsistem saja sementara yang lainnya terabaikan, maka konsekuensinya sistem agribisnis tidak berjalan. Sehingga pendekatan yang ditempuh harus bersifat simultan, holistik, terintegrasi dan tidak secara parsial.

Pendekatan ini juga harus ditempuh dan dijadikan pijakan jika muncul suatu permasalahan atau jika ingin mengurai dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam agribisnis perunggasan seperti adanya kasus flu burung yang sekarang ini menimpa perunggasan Sulawesi Selatan.

Dengan melihat kondisi, dimensi dan dampak permasalahan yang dikandung dalam kasus flu burung dalam usaha perunggasan, maka dalam rangka pemulihan dan penyelamatan usaha perunggasan maka perlu dilakukan berbagai usaha sehingga semua stakeholder harus terpulihkan dan terselamatkan.

Pada subsistem hulu yang melibatkan para pengusaha/industri pembibitan (DOC) dan industri pakan. Di Sulawesi Selatan beberapa perusahaan telah menanamkan investasi dalam usaha tersebut dan telah memberikan andil dalam pengembangan peternakan. Akibat kasus ini maka pangsa pasar dari pemasaran DOC dan pakan akan mengalami penurunan dan disinyalir telah terjadi pembakaran DOC di usaha pembibitan akibat tidak dapat terserap ke pasar. Dalam subsistem ini juga terlibat para pengusaha poultry shop yang menyediakan sarana produksi.

Kebijakan Selektif
Usaha yang dilakukan pemerintah dengan adanya kebijakan pelarangan pengiriman dan pemasukan DOC khususnya pihak karantina hewan disatu sisi dapat mengatasi mewabahnya flu burung, namun di sisi lain mengakibatkan perusahaan produsen/pengusaha DOC terpuruk. Apakah tidak dapat diupayakan pelarangan tersebut secara selektif artinya masih dimungkinkan pengiriman dan pemasukan DOC sehingga roda pemasaran dapat bergerak dengan meningkatkan pengawasan terhadap DOC yang akan dikirim atau dimasukkan. Hal ini sebaiknya dilakukan jika ingin menyelamatkan pihak yang terlibat di subsistem hulu.

Subsistem budidaya yang melibatkan para peternak yang melakukan kegiatan usaha peternakan ayam pedaging dan petelur. Pihak inilah yang banyak mengalami kerugiaan akibat kasus ini sementara dalam agribisnis peternakan subsistem budidaya mendapatkan nilai tambah yang relatif kecil dibanding subsistem lainnya. Dengan demikian mereka yang menguasai agribisnis budidaya (peternak) akan menerima pendapatan yang relatif rendah. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah melalui Departemen Pertanian untuk membantu peternak yang mengalami musibah flu burung adalah akan memberikan dana kompensasi terhadap kerugian yang dialami peternak (Tribun, 18/3/2005).

Jika memang dana kompensasi ini terkucur ke peternak maka perlu adanya transparansi, akuntabilitas dan tepat sasaran sehingga diperlukan adanya pengawasan dengan melibatkan perguruan tinggi (mahasiswa) atau lembaga swadaya masyarakat. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan adanya kucuran kredit khusus bagi usaha perunggasan melalui perbankan khususnya bank milik daerah agar usaha ini dapat bangkit kembali dan terselamatkan.
Pelaku lain yang mengalami akibat dari kasus flu burung adalah yang terlibat dalam subsistem hilir yaitu kegitan usaha perdagangan hasil produk ayam seperti para pedagang di pasar-pasar dan rumah makan yang menyajikan daging ayam dan telur. Pelaku di subsistem inipun harus terselamatkan dan jika subsistem hulu dan budidaya dapat bangkit akibat kasus ini pada gilirannya subsistem hilir juga akan ikut bergairah kembali.
Belajar dari kasus flu burung ini, maka sudah sepatutnya dilakukan reorientasi pembangunan peternakan Sulawesi Selatan khususnya dalam kerangka kebijakan yang dapat mengarahkan, melindungi dan mengayomi seluruh stakeholder yang terlibat di dalam usaha peternakan.

Peran pemerintah daerah khususnya dinas peternakan lebih ditingkatkan dalam pengawasan pemasukan dan pengeluaran ternak di pintu masuk baik pelabuhan atau bandara, yang selama ini sepertinya peran itu hanya dilakukan oleh pihak karantina hewan. Karena bukan hal yang tidak mungkin kasus flu burung dalam perunggasan ini, bisa juga terjadi kasus yang lain dalam usaha peternakan lainnya (ternak besar atau lainnya). Sehingga sudah saatnya dibuat suatu regulasi pemerintah dalam bentuk perda (peraturan daerah) tentang pengelolaan peternakan daerah Sulawesi Selatan.

Dengan perda ini semua stakeholder akan mengetahui dan memahami peran, hak dan kewajiban yang harus diemban dalam pengelolaan peternakan dan lebih jauh sanksi yang diterima jika tidak melaksanakannya. Dengan demikian dalam usaha peternakan akan terjadi keseimbangan dan terjaminnya kelangsungan iklim berusaha secara seimbang. Mudah-mudahan industri perunggasan Sulawesi Selatan dapat bangkit kembali dan bergairah. Tak ada malam yang tidak berganti pagi, tak ada badai yang tidak akhirnya teduh, Semoga......

Tribun Timur, Makassar
24 Maret 2005

Langganan Via Email

Masukkan Email Anda ke Kotak dibawah ini, untuk berlangganan tulisan:

Dikirim Oleh FeedBurner

Curriculum Vitae


Tentang Prof. Dr. Ir. Jasmal A. Syamsu,M.Si ? Silahkan Klik disini

Mari Bergabung

Jasmal A Syamsu

Jasmal A Syamsu ©Template Blogger Green by Dicas Blogger. Desain Tataletak: Sang Blogger

TOPO