MENGURAI POPULASI SAPI POTONG DI SULAWESI SELATAN
Prof.Dr.Ir.Jasmal A.
Syamsu,M.Si
Tim Ahli Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov Sul
Sel dan
Guru Besar Fakultas Peternakan UNHAS, Makassar
1.
Pemerintah telah mencanangkan program
peningkatan produksi daging dalam negeri untuk mencapai swasembada daging sapi
dan kerbau, dimana program tersebut diberi nama Program Swasembada Daging Sapi
dan Kerbau (PSDSK) 2014. Dalam program ini, negara kita dikatakan mencapai
swasembada daging jika kebutuhan daging untuk konsumsi masyarakat disediakan
atau dipasok dari produksi dalam negeri sebanyak minimal 90% dari jumlah
kebutuhan daging nasional. Untuk mewujudkan PSDSK 2014 sangat ditentukan oleh
program atau langkah strategis yang mendukungnya, dan program tersebut
dirumuskan atau ditetapkan tentunya harus berdasarkan atas data akurat
khususnya data populasi sapi. Masih teringat jelas, saat saya menghadiri
pertemuan di Direktorat Jenderal Peternakan dalam forum pembahasan Blue Print
PSDS 2014 (Program Swasembada Daging Sapi), terungkap adanya keraguan atas
keakuratan data khususnya populasi sapi yang digunakan dalam merumuskan program
ini. Tulisan/artikel saya tentang hal
ini telah dimuat oleh Harian Fajar Makassar (13/1/2010).
2.
Atas dasar adanya keraguan data tentang
populasi sapi dan untuk memenuhi tuntutan permintaan data populasi yang akurat
melalui metode sensus, maka Kementerian Pertanian dalam hal ini Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bekerjasama dengan Badan Pusat
Statistik melaksanakan Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau 2011 (PSPK
2011) yang telah berlangsung pada tanggal 1-30 Juni 2011. Pelaksanaan PSPK 2011
terutama bertujuan untuk memperoleh data populasi dasar sapi potong, sapi perah
dan kerbau, memperoleh komposisi populasi berdasarkan umur dan jenis kelamin,
serta untuk mengetahui stok dalam negeri. Pendataan dilakukan dengan unit
pencacahan adalah rumah tangga, perusahaan berbadan hukum serta unit lainnya
yang melakukan pemeliharaan sapi seperti yayasan, koperasi, pesantren, sekolah,
dsb.
3.
Berdasarkan hasil pendataan yang telah
dilakukan, Kementerian Pertanian dan BPS telah merilis hasil awal PSPK 2011. Jumlah
populasi sapi potong di Indonesia mencapai 14,8 juta ekor, dimana Sulawesi
Selatan merupakan provinsi dengan jumlah populasi terbesar ketiga yaitu
sebanyak 983.985 ekor (984 ribu ekor) atau 6,65 persen dari total populasi sapi
potong di Indonesia, setelah Jawa Timur sebanyak 4,7 juta ekor (31,93 persen)
dan Jawa Tengah sebanyak 1,9 juta ekor (13,09 persen). Dengan jumlah populasi sapi di Sulawesi
Selatan saat ini sebanyak 984 ribu ekor, tidaklah berlebihan jika kita optimis
bahwa program Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Gerakan Pencapaian
Populasi Sapi Sejuta Ekor Tahun 2013 akan dicapai, dan tentunya semua pihak
terutama Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sul Sel tak henti-hentinya untuk
melakukan akselerasi pelaksanaan kegiatan/program yang mendukungnya.
4.
Dari hasil awal PSPK 2011 terungkap pula
bahwa populasi sapi potong betina lebih banyak dibanding sapi potong jantan.
Secara nasional, populasi sapi potong betina adalah 68,15 persen, sedangkan untuk
sapi potong jantan 31,85 persen dari total populasi. Jika angka ini digunakan
untuk mengestimasi distribusi sapi potong di Sul Sel berdasarkan jenis kelamin
--angka persentase menurut jenis kelamin per provinsi belum dirilis--, maka
jumlah sapi potong betina di Sul Sel sekitar 671 ribu ekor dan sapi potong
jantan 313 ribu ekor. Dilain pihak, secara nasional berdasarkan kategori
umurnya, sebanyak 66.09 persen adalah sapi potong betina dewasa (>2 tahun),
muda (1-2 tahun) 19.88 persen, dan anak (< 1 tahun) 14.03 persen dari total
populasi sapi potong betina. Untuk populasi sapi potong jantan, persentase
dewasa adalah 30,80 persen, muda 38.52 persen, serta anak 30.68 persen dari
total populasi sapi potong jantan.
5.
Secara spesifik, hasil PSPK 2011 juga merilis
hasil pendataan berdasarkan enam regional/pulau yaitu regional Sumatera, Jawa,
Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku dan Papua. Angka
persentase populasi sapi potong menurut jenis kelamin dan umur khususnya untuk
regional Sulawesi adalah jenis kelamin jantan dengan persentase anak 33,46
persen, muda 32,47 persen, dan dewasa 34,07 persen. Untuk jenis kelamin betina
dengan persentase anak 14,26 persen, muda 17,16 persen, serta dewasa 68,58
persen. Dengan hasil persentase populasi menurut umur dari jenis kelamin jantan
dan betina yang diperoleh dari PSPK 2011 di atas --angka persentase menurut
umur per provinsi belum dirilis--, dapat dihitung sebagai gambaran awal tentang
kondisi struktur populasi sapi potong di Sulawesi Selatan.
6.
Dengan populasi sapi potong di Sul Sel 984
ribu ekor, dapat diurai bahwa jumlah populasi sapi potong jantan untuk kategori
anak 104 ribu ekor, muda 102 ribu, dan dewasa 107 ribu ekor. Sementara populasi
sapi potong betina dengan distribusi anak 96 ribu ekor, muda 115 ribu ekor, dan
dewasa 460 ribu ekor. Dari jumlah tersebut dapat diketahui bahwa rasio antara
sapi potong jantan dewasa dan betina dewasa adalah sekitar satu berbanding empat. Selain
itu, juga dapat diketahui dari hasil perhitungan bahwa tanpa melihat jenis
kelamin, persentase populasi sapi potong berdasarkan umur adalah anak 20,37
persen, muda 22,04 persen, serta dewasa 57,59 persen.
7.
Dari uraian di atas, beberapa hal yang perlu
kita cermati dan analisis lebih lanjut, serta menjadi bahan renungan dan
pertimbangan dalam rangka pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan di masa
datang.
a. Data
populasi hasil PSPK 2011 harus dijadikan pijakan dasar dalam perencanaan
program ke depan dalam rangka pengembangan sapi potong di Sul Sel dan
selanjutnya dari tahun ke tahun dilakukan pendataan ternak yang akurat.
b. Dengan
jumlah populasi saat ini (984 ribu ekor), lokasinya atau keberadaan sapi
tersebut di mana? Karena yang pasti populasi sapi tersebut terdistribusi ke
masing-masing kabupaten/kota, dan selanjutnya terdistribusi ke masing-masing
kecamatan/desa di setiap kabupaten kota. Sehingga diperlukan adanya pemetaan
potensi ternak sapi potong untuk menjadi bahan acuan dalam menetapkan kebijakan
seperti penyebaran ternak, pelaksanaan intensifikasi kawin alam (INKA) dan
inseminasi buatan (IB), pengeluaran ternak, serta pelaksanaan program lainnya. Disamping
itu, demi menjaga perkembangan
populasi sapi potong, perlu adanya kebijakan untuk melindungi wilayah
sentra-sentra ternak sapi potong khususnya dalam hal penataan tata ruang
ternak, sehubungan terjadinya pengalihan fungsi lahan yang selama ini menjadi
basis ekologis atau lahan penyangga bagi pemeliharaan sapi potong.
c. Melihat
rasio sapi potong dewasa antara jantan-betina memberikan indikasi bahwa di Sul Sel memungkinkan
dilakukan intensifikasi kawin alam, disamping program inseminasi buatan (IB)
yang telah berjalan selama ini. Diperlukan analisis lebih jauh bagaimana
kondisi rasio tersebut di masing-masing kabupaten/kota karena kemungkinan
beberapa daerah rasio tersebut melebar (tinggi) karena secara spesifik tentunya
setiap kabupaten/kota memiliki struktur populasi yang berbeda. Dengan demikian,
program intensifikasi kawin alam dan inseminasi buatan diperlukan kebijakan
selektif dan spesifik lokasi menurut karakteristik kabupaten/kota.
d. Jumlah
populasi sapi potong betina dewasa sebesar 460 ribu ekor, inipun diperlukan
analisis seberapa besar dari populasi tersebut yang produktif. Selain itu, seberapa
besar dari populasi betina dewasa dapat dijadikan akseptor jika akan dilakukan
IB karena akan berhubungan dengan proyeksi dan target pencapaian tingkat
kelahiran sapi potong, kebutuhan sarana prasarana, penyediaan semen beku, dsb. Disisi
lain, pemerintah tetap melanjutkan pengawasan dan penjaringan terhadap pemotongan
sapi betina produktif.
e. Diperlukan
pula adanya regulasi yang ketat dalam pengaturan pengeluaran ternak yang hanya
memenuhi tuntutan permintaan sapi dari luar provinsi. Regulasi ini penting
untuk mencegah terjadinya pengurasan sumberdaya ternak. Dilain pihak, program
pengadaan ternak bibit atau induk, tentunya masih perlu diupayakan secara terbatas yang hanya untuk menjaga keseimbangan
populasi ternak (stok populasi) sapi potong.
f.
Untuk pengembangan sapi ke depan, perlu di
dorong dan adanya fasilitasi dari pemerintah dengan melibatkan pihak swasta
kepada peternak untuk mengembangkan unit-unit usaha penggemukan sapi potong
dalam rangka memenuhi kebutuhan daging untuk konsumsi lokal dan nasional. Jika
kita ingin memprediksi besarnya jumlah produksi daging, maka dihitung
berdasarkan seberapa besar jumlah sapi potong jantan (dewasa) yang layak
potong, bukan dari total populasi jantan. Selain itu, kita perlu memahami bahwa
dari sejumlah populasi sapi potong yang ada sebagian besar (sekitar 70 persen)
berada di peternakan rakyat di pedesaan yang masih membutuhkan perbaikan
manajemen pemeliharaan, inovasi teknologi, permodalan, dan dukungan kebijakan
dan keberpihakan pemerintah.
(Artikel ini telah diterbitkan di Harian Fajar Makassar, 11 Nopember 2011)
(Artikel ini telah diterbitkan di Harian Fajar Makassar, 11 Nopember 2011)